Sahabat
Kebaikan,
Manusia
itu sesungguhnya berawal dari ketiadaan, kemudian terlahir dari keadaan yang
lemah dan berakhir pada ketiadaan. Sebagai bukti bahwa manusia itu adalah
makhluk yang lemah, ketika terlahir sebagai bayi ia tidak bisa mandiri
sebagaimana makhluk lain. Ketika manusia dilahirkan, ia harus dilayani segala
keperluannya bahkan sekedar untuk membersihkan kotorannya sendiri. Hal ini
berbeda dengan makhluk lain contohnya ayam, binatang ini ketika keluar dari
cangkang telurnya bisa langsung berjalan, bahkan mencari makan sendiri.
Manusia
secara fisik tidak memiliki alat pertahanan khusus, tetapi binatang
memilikinya. Harimau dengan taringnya, burung dan ayam dengan cakar dan
paruhnya dan seterusnya. Ketidakberdayaan manusia sebenarnya menunjukan bukti
bahwa manusia sangat bergantung dengan orang lain. Manusia memerlukan
bimbingan, arahan dan motivasi dari orang lain.
Itulah
sebabnya ketergantungan manusia itu bukan hanya ketika bayi saja, tetapi sampai
akhir hayat tetap akan memerlukan yang lain. Ketika ia sudah dewasa pun akan
selalu memerlukan pertolongan orang lain. Itu sebabnya manusia harus sadar
bahwa dirinya memang sangat lemah. Keadaan manusia seperti ini sudah dijelaskan
oleh Allah Azza wa Jalla dalam firman-Nya,
“Allah-lah yang menciptakan kamu dari keadaan
lemah, kemudian Dia menjadikan kamu setelah keadaan lemah itu menjadi kuat,
kemudian Dia menjadikan kamu setelah kuat itu lemah kembali dan beruban. Dia
menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dan Dia Maha Mengetahui, Maha Kuasa.” (QS. Ar-Rum: 54)
Sahabat
Kebaikan,
Manusia
memang merupakan makhluk-Nya yang paling sempurna dan sebaik-baik ciptaan
dibandingkan makhluk-makhluk-Nya yang lain. Namun sejatinya manusia diciptakan
oleh Allah Azza wa Jalla dalam kondisi yang sangat lemah. Sempurna tapi lemah.
Kelemahan manusia sebenarnya bukan hanya dalam hal fisik, tetapi juga mental.
Manusia diciptakan oleh Allah Azza wa Jalla dalam kondisi yang sangat labil.
Manusia selalu menghadapi kondisi-kondisi kritis yang sering menjerumuskan
dalam perbuatan khilaf dan dosa. Manusia ditakdirkan dalam kondisi keluh kesah.
Hal ini mengindikasikan bahwa tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini...
Akal
adalah kelebihan yang dikaruniai Allah Azza wa Jalla pada manusia untuk
mengatasi kelemahannya. Meskipun secara fisik lemah, tetapi dengan akalnya
manusia dapat menjadi makhluk yang paling kuat. Sekuat-kuatnya seekor gajah
seumpanya, tidak akan pernah mampu mengalahkan kekuatan manusia. Dengan akal
ini manusia diharapkan dapat membaca arti kehidupan, dari mana ia diciptakan,
untuk apa ia diciptakan dan mau ke mana ia diciptakan. Kita telah diciptakan
oleh Allah Azza wa Jalla di dunia ini adalah hanya untuk mengabdi kepada-Nya
saja karena suatu saat kita pasti akan kembali hanya kepada-Nya juga. Allah
Azza wa Jalla berfirman,
“Katakanlah (Muhammad), Sesungguhnya
shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh
alam." (QS. Al-An’am: 162)
Manusia
adalah makhluk yang telah diberikan kelebihan dibanding makhluk lain dalam hal
akal, maka manusia harus bertanggung jawab atas segala perbuatannya di dunia.
Manusia harus menggunakan akal untuk memilih jalan kebaikan. Dengan akal inilah
manusia yang hina dan dina menjadi makhluk yang paling sempurna. Manusia yang
lemah menjadi makhluk yang paling kuat di muka bumi ini. Kita harus mampu
sebagai manusia untuk memaksimalkan akal kita agar supaya dalam kehidupan
berikutnya kita tidak termasuk orang yang merugi...
Sahabat
Kebaikan,
Kodrat
manusia sebagai tempat salah dan lupa menjadikan manusia memiliki kewajiban
saling mengingatkan antara satu dengan yang lainnya. Kewajiban untuk senantiasa
ber amar ma'ruf nahi munkar (mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran)
ini karena jangan sampai terjadi justifikasi kebenaran mutlak atas pendapat
seseorang. Setiap orang setinggi apapun ilmunya tetap akan pernah mengalami
kekhilafan dan kealpaan. Itu sebabnya saling mengingatkan adalah menjadi kewajiban
dari masing-masing individu dalam Islam...
Kesadaran
akan kelemahan, membawa konsekuensi keterbukaan kita terhadap kritik dan saran
dari orang lain. Itu sebabnya sebagai manusia, kita tidak boleh berfikir kolot,
kaku dan terlalu memaksakan kehendak meskipun itu sebuah kebaikan. Karena pada
dasarnya setiap manusia akan memiliki batas dan standar yang berbeda-beda
antara satu dengan yang lain. Manusia tidak boleh menjustifikasi sebagai
manusia paling suci atau paling benar, karena kebenaran hanya milik Allah Azza
wa Jalla semata. Justru yang terbaik bagi manusia adalah memberi penerangan,
mengajak kepada kebaikan dan memotivasi orang lain untuk kembali ke jalan yang
benar. Karena bagaimanapun keadaan kita, sepandai apapun, sekaya apapun,
sehebat apapun dan sekuasa apapun pada akhirnya akan kembali pada ketiadaan...
Semoga
Allah Azza wa Jalla mengkaruniakan hidayah-Nya kepada kita, sehingga kita tetap
istiqamah senantiasa beramar ma'ruf nahi
munkar untuk meraih ridha-Nya... Aamiin Ya Rabb. #pam
Wallahua'lam bishawab